Budaya #UGD Supporter Sleman
UGD, dalam dunia supporter bukan berarti unit gawat darurat melainkan Utang Gadai Dol atau Usaha Golek Duit. Adalah suatu pergerakan dimana mereka berusaha mencari uang yang hasilnya untuk biaya mengawal tim kebanggaannya melakoni laga away.
Akhir-akhir ini nampaknya sedang banyak dibicarakan di sosial media, banyak yang mencibir dan banyak pula yang bangga dengan pergerakan ini.
Di Sleman, sebuah kabupaten di Yogyakarta terdapat satu klub sepakbola dengan supporter yang menurut saya “gila” bola. Bagaimana tidak, setiap laga away di luar kota bahkan luar pulau mereka selalu berusaha datang untuk mendukung tim kebanggaannya. puluhan, ratusan, hingga ribuan supporter ini berbondong-bondong menginvasi tempat digelarnya pertandingan PSS Sleman. Tapi darimana biaya yang mereka dapat untuk menghadiri pertandingan away yang jumlahnya ratusan ribu hingga jutaan rupiah itu.
Sempat teringat kala itu laga away di Banyuwangi ada penduduk sekitar stadion yang bertanya.
“mas, ini semua yang dateng orang dari Sleman ?”
“iya pak”
“lah yang biayain siapa ?”
“biaya sendiri dong pak”
“wah berarti orang Sleman itu kaya-kaya ya mas”
Padahal banyak diantara mereka yang rela hutang dan menjual barang-barang kesayangannya demi menghadiri pertandingan itu. Menjelang laga away, di sosial media ramai kita jumpai orang-orang yang menawarkan barangnya untuk di-UGD, dari menjual jersey, peralatan elektronik, hingga yang paling unik menjual kandang burung rela mereka lakukan, yang penting bisa datang langsung mendukung tim kebanggaannya.
Beberapa waktu lalu PSS Sleman juga mengikuti turnamen Bali Island Cup di Pulau Bali, dan ribuan supporternya juga datang mengawal sampai sana. Jarak Sleman-Bali yang cukup jauh memaksa mereka untuk mengeluarkan biaya yang lumayan besar. Ada yang menggunakan pesawat, mobil pribadi, kereta api, bahkan ada yang naik motor dari Sleman ke Bali.
Kala itu sempat ngobrol dan bertanya pada salah satu Sleman fans, kenapa kok rela membuang banyak uang ‘cuma’ demi nonton bola sampai sini…
jawaban dia dan hampir semua supporter ini pasti intinya “cinta”
Ibarat mencintai seseorang, pasti apapun dilakukan demi dia, nah PSS itu sudah mendarah daging di hati supporternya, cintalah yang menuntun mereka dalam mengawal PSS dimanapun berlaga.
“Cinta itu membuat senang, dan Seneng kui larang regone (senang itu mahal harganya)”
Ya, memang tak sedikit juga yang mencibir pergerakan ini, dari sekedar nyinyir di social media sampai menganggap UGD adalah perbuatan yang “hina”. Mereka yang mencibir biasanya orang yang hatinya sudah tertanam kebencian terhadap supporter dan PSS sendiri, jadi ya biarkan saja mereka membuang-buang waktunya yang mungkin tidak berharga.
“nyinyir itu tanda tak mampu.”
Selama yang kita lakukan demi mengawal kebanggaan dari cara yang halal, adalah suatu kebanggaan tersendiri bagi supporter dan klub PSS Sleman. Jangan hiraukan mereka yang mencibir, tetap bergerak dan jangan biarkan PSS berjuang sendirian.
Teringat obrolan kemaren siang di suatu restoran di daerah Sleman dari seorang supporter yang mungkin tidak muda lagi.
“Supporter PSS itu 5 sampai 10 taun lagi bahaya loh, sekarang rata-rata masih usia pelajar dan anak kuliahan, dan fanatiknya pada PSS sudah besar sekali, coba bayangkan 5-10 tahun lagi dikala mereka sudah bekerja dan sukses, pasti kontribusinya untuk PSS jauh lebih besar lagi. tidak hanya membeli tiket pertandingan, datang di tiap laga away, tapi jika cinta itu sudah ditanamkan sejak sekarang pasti mereka kelak akan timbul dedikasi yang lebih besar lagi bagi PSS”
Selamat malam :)
zulvan haidar - opini pribadi
Leave a Comment